&t /// JELAJAH BELANTARA ///: Nairobi, bukan Jayakarta.

Saturday, March 05, 2005

Nairobi, bukan Jayakarta.

Ada artikel menarik yang saya temukan di harian Media Indonesia
hari kamis 3 Maret 2004, menyoal harga BBM yang melejit.
Kali ini saya hanya copy and paste saja, maklum lagi males mikir. :P

---

MENGHEMAT BAHAN BAKAR MINYAK ALA KENYA

NAIKNYA harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia berdampak cukup luas di berbagai sektor. Sebetulnya kenaikan BBM ini bisa dikendalikan apabila masyarakat mau belajar berhemat menggunakan BBM. Soal menghemat bahan bakar sebetulnya kita bisa belajar dari masyarakat Kenya.

Nairobi sebagai ibu kota negara Republik Kenya bukanlah kota yang penuh dengan gemerlap lampu-lampu dan gedung-gedung tinggi. Kota yang luasnya hampir sama dengan Jakarta, yaitu sekitar 650 km2 itu berpenduduk 4 juta jiwa (total penduduk Kenya 30 juta jiwa) dengan pendapatan per kapita US$700.

Untuk menghemat BBM di dalam negerinya, masyarakat Kenya khususnya yang tinggal di Nairobi lebih memilih menggunakan kendaraan umum (public transportation). Padahal 50% dari penduduk Kenya memiliki kendaraan pribadi.

Bus di Nairobi disebut mamutus. Bus panjang yang dicat warna-warni dengan gambar binatang itu tidak sebagus Trans-Jakarta. Tetapi interior di dalamnya meriah karena dihiasi lampu berwarna-warni. Mereka menggunakan bus tersebut untuk berangkat dan pulang kerja.

Setiap pagi masyarakat berbaris rapi antre untuk naik mamutus di halte-halte. Setiap kendaraan umum selalu mencantumkan kapasitas tempat duduk.

''Kalau di dalam bus itu tertulis 14 penumpang, maka hanya 14 penumpang. Tidak boleh ada orang berdiri, apalagi menggantung di depan pintu. Hukumannya dipenjara atau bayar denda,'' kata Myano, seorang sopir kepada Media.

Keputusan masyarakat memilih menggunakan kendaraan umum disebabkan terbatasnya pasokan BBM. Di Nairobi, perusahaan minyak tidak hanya dikuasai satu perusahaan. Sejumlah perusahaan minyak dari AS dan Eropa, seperti BP, Caltex, Unocal, Exxon, dan Shell membuka usaha SPBU di Nairobi. Harganya pun bersaing. Ibaratnya sebuah supermarket, masyarakat leluasa membeli apa saja. Akan tetapi, banyaknya SPBU tidak mengubah pikiran masyarakat untuk berbuat semaunya dalam membeli BBM.

Bila Anda membeli bahan bakar di SPBU maka petugas akan mencatat berapa liter yang Anda beli sekaligus mencatat nomor kendaraan. Kalau membeli bahan bakar sebanyak 20 liter maka harus digunakan sampai empat hari. Dengan demikian, si pemilik mobil harus menghemat BBM agar cukup sampai 4 hari.

Kuitansi pembelian selain sebagai bukti pembayaran juga menjadi bahan arsip bagi SPBU itu. Arsip ini nantinya akan diolah dalam bentuk bank data dengan komputer. Dan bila si pengemudi mencoba membeli di SPBU lain, maka secara komputerisasi pelat nomor mobilnya sudah tercatat untuk mengisi bahan bakar empat hari lagi.

Selain itu, setiap pembelian satu liter BBM dikenai biaya perawatan jalan (road fund) sebesar Rp200 (1 Kenya Shilling).

Si pemilik kendaraan memiliki tanggung jawab terhadap perawatan infrastruktur. Itulah sebabnya jalan raya di sepanjang Nairobi cukup bersih dan terawat karena rakyat ikut berinvestasi lewat pembelian BBM.

Mobil pun dirancang dengan sistem pembuangan emisi (knalpot) di sisi pintu dengan cerobong ke atas. Di dalam cerobong dilapisi filter penyaring emisi untuk dibuang ke udara.

Hasilnya, asap kendaraan yang keluar tidak berwarna hitam. ''Kalau knalpot di belakang, orang yang di belakang mobil bisa batuk karena menghirup emisi gas,'' kata Myano lagi. Itulah sebabnya jarang dijumpai orang Kenya sakit batuk atau paru-parunya kotor, karena tidak menghirup udara kotor. (Siswantini Suryandari/V-1)

2 Thoughts You Share:

Blogger nona cyan said...

seandainya org2 jakarta mau ngantri dengan lebih disiplin....bisa kali kayak Nairobi.

Sat Mar 05, 04:20:00 AM  
Blogger / n i k k / said...

Bukannya rasis, tapi memang mentalitas Jakarta gak lebih cerdas dari orang-orang kulit hitam itu, Bert!

Mon Mar 07, 10:08:00 AM  

Post a Comment

<< Home