Bahasa Sederhana.
Menulis, secara fungsi adalah sama dengan menggambar.
Ketika gambar bisa menceritakan satu hal dengan sejuta kata,
menulis pun mampu mengungkapkan bermacam interpretasi
walau hanya satu kata.
Bahasa yang sering digunakan pun bisa menjadi refleksi
dari intelektualitas sang empunya. Entah itu bahasa gambar,
tulisan, atau hanya sekedar gestur dan mimik wajah.
Dan ketika setiap zaman memakai karakteristik bahasanya sendiri,
bahasa jurnalis yang mudah dimengerti adalah jalan keluarnya.
Pembaca akan lebih bisa mencerap istilah umum
tanpa harus berbelit buka kamus dan ensiklopedia mencari jawab
pada hanya sebuah kata semisal 'reluktansi' (ketidakberpihakan).
Jika terpaksa menggunakannya, sertakan saja penjelasannya
agar bisa dimengerti. Sepertinya kurang bijaksana jika
membiarkan pembaca yang budiman meraba dalam keremangan,
hanya karena ingin kita dianggap seorang penulis berbobot.
Karena khalayak itu heterogen, penulisan dengan bahasa
yang sederhana akan sangat membantu mereka yang berada
pada tingkatan inteletualitas dan pemahaman yang berbeda.
Bingkisan kado akan sangat menarik ketika bungkusnya juga menarik.
Ironisnya, saya sendiri baru menyadarinya sekarang
betapa kurang asertifnya diri saya selama ini hehehehe...
makanya saya setuju dengan tulisan sang kisanak ini.
Assertiveness is the ability to honestly express your opinions, feelings, attitudes, and rights, without undue anxiety, in a way that doesn't infringe on the rights of others. It has three parts: emphaty, statement of problems, and statement of what you want. (Vivian Barnette, PhD)
Dan berusaha meningkatkan kualitas pembaca itulah yang esensial.
Karena itulah dinamakan komunikasi.
Termasuk memahami bahasa kitab suci dan bahasa buana.
---
"Bicaralah sesuai kadar intelektualitas lawan bicara."
-Al-Hadits
Ketika gambar bisa menceritakan satu hal dengan sejuta kata,
menulis pun mampu mengungkapkan bermacam interpretasi
walau hanya satu kata.
Bahasa yang sering digunakan pun bisa menjadi refleksi
dari intelektualitas sang empunya. Entah itu bahasa gambar,
tulisan, atau hanya sekedar gestur dan mimik wajah.
Dan ketika setiap zaman memakai karakteristik bahasanya sendiri,
bahasa jurnalis yang mudah dimengerti adalah jalan keluarnya.
Pembaca akan lebih bisa mencerap istilah umum
tanpa harus berbelit buka kamus dan ensiklopedia mencari jawab
pada hanya sebuah kata semisal 'reluktansi' (ketidakberpihakan).
Jika terpaksa menggunakannya, sertakan saja penjelasannya
agar bisa dimengerti. Sepertinya kurang bijaksana jika
membiarkan pembaca yang budiman meraba dalam keremangan,
hanya karena ingin kita dianggap seorang penulis berbobot.
Karena khalayak itu heterogen, penulisan dengan bahasa
yang sederhana akan sangat membantu mereka yang berada
pada tingkatan inteletualitas dan pemahaman yang berbeda.
Bingkisan kado akan sangat menarik ketika bungkusnya juga menarik.
Ironisnya, saya sendiri baru menyadarinya sekarang
betapa kurang asertifnya diri saya selama ini hehehehe...
makanya saya setuju dengan tulisan sang kisanak ini.
Assertiveness is the ability to honestly express your opinions, feelings, attitudes, and rights, without undue anxiety, in a way that doesn't infringe on the rights of others. It has three parts: emphaty, statement of problems, and statement of what you want. (Vivian Barnette, PhD)
Dan berusaha meningkatkan kualitas pembaca itulah yang esensial.
Karena itulah dinamakan komunikasi.
Termasuk memahami bahasa kitab suci dan bahasa buana.
---
"Bicaralah sesuai kadar intelektualitas lawan bicara."
-Al-Hadits
2 Thoughts You Share:
hahaha.. baru kali ini saya dapat membaca tulisan anda
SIALAANNN SOKKKK NDALEMMMMMMM
Post a Comment
<< Home