Pathetic Cinderella Complex.
Demokrasi tidak bisa disalahkan, karena dia berdiri sendiri
sebagai subjek tanpa pemaknaan dari pihak kedua.
Dia juga bukan gua perlindungan ataupun ketiak wangi
sebuah ideologi.
Begitu pula kebebasan berekspresi. Mau tak mau menggandeng
pula realitas hak asasi manusia dan wacana gender.
Dan kemudian seperti iblis bermuka dua mencoba secara perlahan
namun membabi buta berdalih yang pada dasarnya tidak memberi
pilihan sisi positif. Hipokrit seperti iblis.
Hanya karena suka sebuah tayangan televisi, beberapa manusia
sengaja berlindung di balik jaket berjuluk demokrasi. Picik kah?
Bisa jadi iya. tapi ini menurut hemat saya saja. Dan tayangan
yang dibenarkan oleh mereka itu adalah Joe Millionaire di RCTI.
FYI, reality show ini sudah dibeli di 13 negara dari kanal FOX
di Amerika sana. Untuk edisi sononya begini ceritanya:
"On this show the show twenty women fly to France for several
weeks in order to fight for a wealthy and desirable young bachelor,
whom they believe to be worth 50 million US dollars.
In actuality, the bachelor is a construction worker with an
annual salary of $19,000. The bachelor "Joe" will tell the ladies
that he recently inherited the large sum of money but
everything else he reveals about himself will be true."
Sebuah aksi tipu-tipu yang menghabiskan waktu saja rupanya.
Sama dan sebangun, pada versi Indonesianya pencitraan tayangan
yang katanya sudah direduksi sesuai tatanan lokal ini sepertinya
justru melemahkan konsep diri. Pembelaan diri dengan senjata
demokrasi yang diperjuangkan dan kebebasan berekspresi
sama sekali konyol banget gitu lhoh... Dan ironisnya,
tayangan yang demikian justru semakin banyak.
Toh walaupun kita hanya meniru (ya! plagiat adalah kemampuan
terbesar bangsa ini!) dari tayangan serupa di negara sana
yang kental dengan what-so-called budaya barat,
tetap saja meninggalkan ruang kosong yang terlalu lebar
dan sia-sia. Mau terus-terusan begini?
Belum lagi memperlihatkan ketimpangan gender,
yang bagi pihak perempuan implicitly ditikam dari atas oleh sebuah
program berbaju hegemoni lelaki dengan segala dominasinya.
Dalam pendekatan machina sexualis dari Michel Foucault,
mesin kekerasan seksual seperti ini bekerja dengan sangat lembut,
efektif, penuh daya pikat. Ia tidak menampakkan wajah
kekerasannya, sebaliknya tampak menghibur.
Ticket to indulgence? Pikir lagi!
Inilah yang dinamakan oleh Colette Dowling dalam bukunya
sebagai Cinderella Complex, sebuah modern fairy tale
tentang kecenderungan perempuan berharap akan menjadi
Cinderella dalam cerita klasik barat, tidur dan meratap
di ruang kaca menunggu datangnya sang pangeran menjemput
dan membawanya ke istana; sebuah refleksi atas ambisi,
preokupasi, obsesi, dan kelemahan. (Bisa disimak pada film
Ella Enchanted atau The Prince And Me, atau mau baca lagi
kisah aslinya yang ditulis Charles Perrault?)
Secara massif, tayangan demikian seperti juga sinetron
dan telenovela telah membekap fisik dan kesadaran perempuan
untuk hidup dalam dunia imaji televisi (tuh kan, hiperrealitas lagi).
Mempersempit peran perempuan, menciptakan sangkar emas
tentang cinta, perselingkuhan, kekayaan, dan warisan. Cih!
---
Democracy is not morally ideal.
Demokrasi memang akan tidak bermakna jika berdiri sendiri.
Dan dia menarik perhatian beberapa kata lain untuk
menggandengnya seraya memberi baju bagus buat dia.
Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Liberal. Demokrasi Athenian.
Atau bahkan dalam kasus pengoyakan perempuan tadi,
memunculkan sifat mayoritarianisme semu, yaitu
sebuah pengaruh dominan yang unintrinsically undemocratic.
Karena kata 'demokrasi' sendiri telah mengalami pergingsutan
makna. Sejujurnya begitulah sekarang.
Meminjam isi postingan sebelumnya, memang begitulah
ketika sudah saatnya ada kesadaran simbolik dan
kesadaran semiotik bagi perempuan saat berinteraksi
dengan televisi, memberi jalur aman untuk berinterpretasi
sekaligus berdialog di lahan komunikasi publik.
Jadi, sadarlah teman.... ;)
BTW, bisa muncul tuh ada Paris Hilton Complex, Madonna Complex.
Mendingan Srimulat Complex... (hah? komplek Srimulat?
sekampung bersama Srimulat?...Timbul Millionaire?...apa jadinya?)
Ha ha ha...
(buat Mochtar W. Oetomo, terimakasih om! ;)
sebagai subjek tanpa pemaknaan dari pihak kedua.
Dia juga bukan gua perlindungan ataupun ketiak wangi
sebuah ideologi.
Begitu pula kebebasan berekspresi. Mau tak mau menggandeng
pula realitas hak asasi manusia dan wacana gender.
Dan kemudian seperti iblis bermuka dua mencoba secara perlahan
namun membabi buta berdalih yang pada dasarnya tidak memberi
pilihan sisi positif. Hipokrit seperti iblis.
Hanya karena suka sebuah tayangan televisi, beberapa manusia
sengaja berlindung di balik jaket berjuluk demokrasi. Picik kah?
Bisa jadi iya. tapi ini menurut hemat saya saja. Dan tayangan
yang dibenarkan oleh mereka itu adalah Joe Millionaire di RCTI.
FYI, reality show ini sudah dibeli di 13 negara dari kanal FOX
di Amerika sana. Untuk edisi sononya begini ceritanya:
"On this show the show twenty women fly to France for several
weeks in order to fight for a wealthy and desirable young bachelor,
whom they believe to be worth 50 million US dollars.
In actuality, the bachelor is a construction worker with an
annual salary of $19,000. The bachelor "Joe" will tell the ladies
that he recently inherited the large sum of money but
everything else he reveals about himself will be true."
Sebuah aksi tipu-tipu yang menghabiskan waktu saja rupanya.
Sama dan sebangun, pada versi Indonesianya pencitraan tayangan
yang katanya sudah direduksi sesuai tatanan lokal ini sepertinya
justru melemahkan konsep diri. Pembelaan diri dengan senjata
demokrasi yang diperjuangkan dan kebebasan berekspresi
sama sekali konyol banget gitu lhoh... Dan ironisnya,
tayangan yang demikian justru semakin banyak.
Toh walaupun kita hanya meniru (ya! plagiat adalah kemampuan
terbesar bangsa ini!) dari tayangan serupa di negara sana
yang kental dengan what-so-called budaya barat,
tetap saja meninggalkan ruang kosong yang terlalu lebar
dan sia-sia. Mau terus-terusan begini?
Belum lagi memperlihatkan ketimpangan gender,
yang bagi pihak perempuan implicitly ditikam dari atas oleh sebuah
program berbaju hegemoni lelaki dengan segala dominasinya.
Dalam pendekatan machina sexualis dari Michel Foucault,
mesin kekerasan seksual seperti ini bekerja dengan sangat lembut,
efektif, penuh daya pikat. Ia tidak menampakkan wajah
kekerasannya, sebaliknya tampak menghibur.
Ticket to indulgence? Pikir lagi!
Inilah yang dinamakan oleh Colette Dowling dalam bukunya
sebagai Cinderella Complex, sebuah modern fairy tale
tentang kecenderungan perempuan berharap akan menjadi
Cinderella dalam cerita klasik barat, tidur dan meratap
di ruang kaca menunggu datangnya sang pangeran menjemput
dan membawanya ke istana; sebuah refleksi atas ambisi,
preokupasi, obsesi, dan kelemahan. (Bisa disimak pada film
Ella Enchanted atau The Prince And Me, atau mau baca lagi
kisah aslinya yang ditulis Charles Perrault?)
Secara massif, tayangan demikian seperti juga sinetron
dan telenovela telah membekap fisik dan kesadaran perempuan
untuk hidup dalam dunia imaji televisi (tuh kan, hiperrealitas lagi).
Mempersempit peran perempuan, menciptakan sangkar emas
tentang cinta, perselingkuhan, kekayaan, dan warisan. Cih!
---
Democracy is not morally ideal.
Demokrasi memang akan tidak bermakna jika berdiri sendiri.
Dan dia menarik perhatian beberapa kata lain untuk
menggandengnya seraya memberi baju bagus buat dia.
Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Liberal. Demokrasi Athenian.
Atau bahkan dalam kasus pengoyakan perempuan tadi,
memunculkan sifat mayoritarianisme semu, yaitu
sebuah pengaruh dominan yang unintrinsically undemocratic.
Karena kata 'demokrasi' sendiri telah mengalami pergingsutan
makna. Sejujurnya begitulah sekarang.
Meminjam isi postingan sebelumnya, memang begitulah
ketika sudah saatnya ada kesadaran simbolik dan
kesadaran semiotik bagi perempuan saat berinteraksi
dengan televisi, memberi jalur aman untuk berinterpretasi
sekaligus berdialog di lahan komunikasi publik.
Jadi, sadarlah teman.... ;)
BTW, bisa muncul tuh ada Paris Hilton Complex, Madonna Complex.
Mendingan Srimulat Complex... (hah? komplek Srimulat?
sekampung bersama Srimulat?...Timbul Millionaire?...apa jadinya?)
Ha ha ha...
(buat Mochtar W. Oetomo, terimakasih om! ;)
5 Thoughts You Share:
Cindrella complex hanya menjangkiti kaum hawakah?
=====
Secara massif, tayangan demikian seperti juga sinetron
dan telenovela telah membekap fisik dan kesadaran perempuan
untuk hidup dalam dunia imaji televisi (tuh kan, hiperrealitas lagi).
Mempersempit peran perempuan, menciptakan sangkar emas
tentang cinta, perselingkuhan, kekayaan, dan warisan. Cih!
====
Duh,..don't spit sembarangan, uncle:D. Jadi, hrs bagaimana spy peran perempuan tak sempit?<--keluar dari topik,ga?
-umm nida-
-umm nida-
iya Ummi, namanya juga Cinderella Complex, tentu hanya untuk kaum hawa.
Namun kata temen cowok saya yang bergaya metroseksual, kecenderungan dengan motif seperti CC juga terjadi pada cowok, dengan kerakusan pada uang dan kekuasaan. Beda kadar saja sih.
Kesadaran feminisme perempuan adakalanya mendua secara tak sadar, yaitu menghindari patriarki sekaligus tenggelam ke dalam kejahatan tersebut.
Dan yang paling penting sih,
banyak2 kegiatan aja daripada ngendon
di depan tivi hingga berlarut dalam arus 'hipnotis' tanpa henti, melupakan nasi yang sedang dimasak atau nyuekin pasien yang butuh pertolongan, kan kasian atuh... :)
wah, gak diulangi lagi deh spit-nya. :D
Kesadaran feminisme perempuan adakalanya mendua secara tak sadar, yaitu menghindari patriarki sekaligus tenggelam ke dalam kejahatan tersebut<---tameng apa yg bagus digunakan supaya ambigu kayak gini ya?
metroseksual apa sih, om?
*baru denger:D*
btw, kita seumur, tapi, wawasanmu juauuuuh lebih banyak daripada ummi ya..ck ck ck...subhanallah
-ummi nida-
Kemunculan feminisme sebenarnya natural.
Agar argumentasi-argumentasi di dalamnya
lebih tajam dan substansial,
memajukan nalar (kalo bisa secara filosofis)
akan sangat membantu sekali.
Islam begitu, kan Ukhti?
Nah kalo metroseksual adalah sebutan
bagi lelaki yang suka menghabiskan
waktu dan uang untuk penampilan
dan gaya hidupnya, terutama
di adat istiadat kota-kota besar.
Aduh Ummi,
saya terima kritikannya deh...
Jazakallah.
cuman mo kasih sedikit comment...
the movie 'the prince and me' denger2 was based on real story... but yes, i do agree that it helps creating what you called cinderella complex
lastly,
i don't think there's anything wrong for guys being metrosexual at all, as long as they're not too much. bagus2 'n pantes2 aja kan kalo cowo itu bersih, wangi, gak serampangan dlm hal penampilan? :) ada sih emang yg sampe keterlaluan, THAT is not right...
Post a Comment
<< Home