&t /// JELAJAH BELANTARA ///: Perpetual Image War!

Wednesday, May 25, 2005

Perpetual Image War!

" To make abstactions hold in reality is to destroy reality."
- Georg Wilhelm Friedrich Hegel

Persepsi sudah sangat mendalam mengalami tahap kontemplasi

dalam relung-relung otak dan hati manusia. Memahami persepsi
adalah pekerjaan sangat berat, ketika tanpa ampun bahkan berada
dalam tataran paling ujung di atas tanduk pemikiran.

Segalanya menampakkan dua sisi. Segalanya bisa berwujud
kebaikan tak terbatas, namun di sisi lain adalah seringai tipu daya
yang kataklismik.


Ada yang terjadi sewaktu saya menyaksikan transisi dari Jedi ke
Dark Side of Force dalam saga ke III StarWars ini.

Dalam pandangan saya (baca: persepsi), segala kecamuk
dalam
diri Anakin Skywalker dewasa tidak sependek film
berdurasi hanya
2 jam ini (bahkan kalo pun dipanjangin,
membalik hati menuju
sisi lain benar-benar membutuhkan
energi tidak terkira besarnya.
Bagi yang berpikir,
ini sesuatu yang terlalu besar untuk
dipertaruhkan).
Karena mengihwali persepsi, bagi persepsi saya
akan
sama dengan alat membunuh yang sempurna.
Mari kita lihat mengapa.

DUNIA SANDIWARA

Demikian juga pemakaian simbol dalam mengirim pesan.
Para aktivis anti-mainstream pun tak mudah melepaskan emosi
mereka terhadap kekejaman tirani tipu daya pelempar
komoditi
pembentuk imaji yang sukses mengelabui hampir
3/4 jumlah
penduduk dunia, para pesekongkol kelas kakap.

Hehehe... tuduhan yang sepihak kiranya, karena toh juga
kadang
saya masih pake baju bermerek ADIDAS, makan pagi
pake INDOMIE,
atau sekedar shaving pake silet lokal yang
sering kurang tajam dan
perlu konsentrasi penuh agar
hasil cukuran bisa rapi.
Hmmm, kelihatannya hipokrit,
namun sebenarnya saya hanya ingin
menggarisbawahi
bahwasanya ada perbedaan fundamental antara
hipokrit dengan
persepsi. Agar tidak berbelit, saya tetap akan
mempermukakan ihwal persepsi.




Serangan balik tersebut secara cerdas bisa halus sifatnya.
Termasuk propaganda anti-propaganda alias culture-jamming.
Adakalanya berupa
detournement (imej radikal yang subversif dan
cenderung
memperkuat pesan oposisi secara lebih radikal),
ada pula jenis recuperation (ide dan imej radikal
yang menjadi
komoditas dan aman). Kaos bergambar
logo McDonald diganti
dengan tulisan McShit, kaos berlogo Nestle dengan tulisan
'We Kill All Babies' adalah contoh
detournement. Atau kampanye
AGAINST ANIMAL TESTING-nya
BodyShop adalah kasus nyata
recuperation
. Kemarin ada cerita. Laporan teman saya yang
pengusaha warnet. Polisi atas perintah dari pemerintah menyita
komputer aset warnet gara-gara memakai software Microsoft yang
bajakan. Untung katanya cuman satu unit. Di Cilacap bahkan
seluruh komputer diangkut. Dan kampanye
keberpihakan
konglomerasi dan korporasi global mengenai produknya
ternyata
lebih bersifat recuperation. Itu pun pasti tak akan lepas dengan
faktor kepentingan. Acapkali gaya yang demikian
akan serta merta
mengambil imej pemberontakan, dan
saya menganggapnya
pencurian elemen2 di dalamnya secara
terselubung.
Pembonceng yang culas. Licik memang.
Semua bisa diklaim sepihak.
Wajar saja toh ini zaman masih
milik kontemporerisme hingga suatu
saat entah kapan. Umberto Eco anticipated this 'semiological
guerrilla warfare' in his 1986 book Travels in Hyperreality.
He wrote: 'I am proposing an action which would urge the audience
to control the message and its multiple possibilities of
interpretation.' When corporate interests go so far as to employ
'viral marketing' — where, for example, two good-looking,
trendy people are employed to walk around public places
talking loudly about how great Stella Artois is —
subverting these acts seems to some activists the only
meaningful way to protest.


Recuperation is the process by which "radical" ideas and images are commodified and incorporated within mainstream society, such as the [[American Civil Rights Movement|movement for civil rights in the United States]] or the push for [[women's rights]]. It can be the opposite of [[detournement]]. It can also be the process by which [[medicine|medical]] patients recover from [[disease]], [[injury]], or [[mental illness]].
(taken from www.wikipedia.com)

Detournement; "short for: detournement of pre-existing aesthetic elements. The integration of past or present artistic production into a superior construction of a milieu. With detournement, images produced by the spectacle are altered and subverted so that rather than supporting the status quo, their meaning is changed in order to put across a more radical or oppositionist message.
(taken from www.wikipedia.com)

Bagi yang suka pengkotak-kotakan, konsep recuperation dan
detournement
adalah salah satu baju belel pembungkus

ideologi bawah tanah secara umum. Dilakukan secara
kolektif,
kekuatan kemitraan antar rebelis yang kokoh,
perasaan senasib
lewat elemen pseudonym, plagiarisme,
identitas, olok-olok sarkasme,
maupun paradoks.

AMBIGU DALAM PERPSEPSI

Recuperation tetap akan memperkuat imej korporasi, walaupun
secara sinisme tetap seradikal detournement.
Namun dari
hemat saya, inilah produk yang sebenarnya
akan sama-sama
menguntungkan kedua belah pihak, antara
anti-mainstream garis
keras dengan pendosa dari kalangan
korporat. Sama seperti
Emperor Palpatine. Kejahatan dalam
atmosfir interpretasi.
Atau kata Pakde Kere bilang, aksi
biadab pemerkosaan terhadap
komunikasi pemasaran nan urban.
Semiotika yang ditarik dua arah
berlawanan secara paksa. Ada ambiguitas dalam persepsi.

Dan bagi saya ini adalah kanibalisme kebudayaan.

Budaya memakan budaya. Imej membelit imej. Ricuh!

Inilah dunia sandiwara. Panggung pertunjukan yang mengerikan.
We live in spectacular society,
tatkala kita menghirup atmosfir
akumulasi pertunjukan
yang luar biasa di mana-mana. Merusak
yang nyata
(detriment of the real, substitute for experience).

"The spectacle is not a collection of images but a social relation among people mediated by images... The spectacle in general, as the concrete inversion of life, is the autonomous movement of the non-living... The liar has lied to himself"
- Guy Debord




Haha! Sepertinya tulisan saya terlalu pongah berpihak pada kaum
rebelis. Ya seperti apa adanya lah!
Sehingga ide untuk mengambil
jalur protes keras adalah
bagian dari konsep terakhir dari diplomasi
debat kusir
dengan pihak korporat (diplomasi? emang ada ya rapat
begituan? Ha Ha Ha!). Propaganda tertulis maupun
bergambar
adalah wajah terakhir dari minoritas,
dengan catatan tidak ada
politik praktis yang mengotori. Semuanya telah jauh beranjak
dari ranah artistik, menyebar ke setiap jengkal perimeter Bumi
yang menjadi sasaran raksasa-raksasa itu.

PERPETUAL WAR!

Solusinya adalah perang! Bukan mengokang senjata.
Bukan pula anarkisme. Ini adalah pertaruhan persepsi.

Melecutkan tali kekang ego. Pertempuran di ujung tanduk.
Karena bisa terlihat pada
titik terjauh pun visi kita akan tetap
melihat perebutan
antara yang diklaim hitam dan what so-called
pembela kebenaran ini. Bisa jadi bakal sangat lama.


Naif kah saya?
Mungkin.
Masih kah ada waktu untuk mendiskusikan ini?
Mungkin.
Membuat jalur penyelamatan lewat perang?
Harus!

Itu persepsi saya,
saat ini.

(dari berbagai sumber, termasuk ini >>)

---

++ Oh ya, sudah saya lewatkan tamu-tamu terhormat saya
mengunjungi blog ini tanpa perjamuan yang seharusnya.
Maaf jika menemukannya dalam keadaan melompong.
Ada baiknya kali ini saya pulang kembali ke sini. :)
Selamat berjumpa lagi, rekans!

2 Thoughts You Share:

Blogger nona cyan said...

berat sekali pembahasan dongeng ini oleh paman nikk

Mon May 30, 12:59:00 PM  
Blogger / n i k k / said...

Timbangannya rusak kali tuh, Bert!
Makanya berat. :D

Mon May 30, 03:02:00 PM  

Post a Comment

<< Home