Grindcrushing 'New World Order'.
Beberapa hari terakhir jalanan Jakarta agak teratur.
Dengan hiasan serdadu di sudut-sudutnya yang gemerlap
dan temaram. Di mal dan di jembatan penyeberangan.
Di tengah jalan dan di tepian sungai yang selalu kotor.
Serdadu dengan peralatan tempur, membuat saya miris
akan suasana horor ini. Tapi saya tau maksudnya baik kok.
Begitu pula kondisi di Bandung yang berwarna-warni.
Ada gladi resik penyambutan. Ada renovasi kilat stasiun Bandung.
Ada penggeledahan rumah warga di sepanjang jalur delegasi
yang mau lewat. Kerja superkeras finishing jalan tol Cipularang
(Cikampek-Purwakarta-Padalarang) sejauh 40 km. Dan sebagainya
dan sebagainya. Hanya demi perhelatan akbar 22-24 April ini.
Jadi , mari kita sukseskan!
DICTATORSHIT!
Persiapan yang mahal memang. Tuan rumah yang baik musti
dengan baik hati merelakan tenaga dan pikiran menyambut tetamu
123 negara nanti. Penyelenggaraan yang kolosal. Barangkali juga
dananya besar, saya tidak tau pasti. Dana hutang atau tidak
saya juga kurang paham. Yang jelas utang kita udah mencapai
pembengkakan yang unimaginable, dari deretan angka hingga
utang teknis. Bantuan teknis diberikan oleh raksasa pemberi utang
yang biayanya dipotong kadang sampai 30% dari biaya pinjaman.
Bahkan status hibah pun tak luput dari negosiasi balas budi
karena "yang gratis sekarang ini cuman buang kentut".
Ternyata tidak cuman negara 'tercinta' Indonesia saja.
Raksasa korporat dan lembaga dunia berduit melimpah pun
menindih negara-negara miskin yang tak berdaya seperti
negara-negara Afrika dan Afrika sub-sahara.
Pembelengguan terselubung secara ideologis. Bahkan nyata-nyata
intervensi secara fisik tetap langgeng kepada mereka.
Cicilan hutang dunia ketiga dikabarkan tidak rasional,
dengan bunga hutang dan syarat yang berat cicilan itu
bisa 3 sampai 4 kali lebih banyak dari dana yang diterima.
Kalo gak bisa bayar, maka akan terjadi pemindahan modal yang
telah di tanam di negara yang bersangkutan. Jika ini ditarik,
negara yang ditinggal akan kehilangan sumber pendapatan
untuk membayar hutang. Gila! Lho ini membantu apa mau
membunuh sih?
SANG KOLONEL NEO-KOLONIALISASI
Semua itu mengarah pada satu muara, yaitu konspirasi Dunia Baru.
Ideologi hipokrit, yang menghunus pedang mengkilap namun
ternyata berkarat, penuh darah, berbelatung. Semacam substitusi
dari kolonialisme fisik. Pemurtadan yang sangat timpang.
Langkah neo-imperialisme terlihat semakin cepat. Mereka ini
memimpin tata pemerintahan global (Global Governance)
yang tak hanya menentukan kerangka peraturan, tetapi juga
memiliki sumber daya melimpah dalam politik internasional.
Mereka terus memperbesar daya dobrak, membentuk model
pembangunan yang berlaku di seluruh dunia dan semakin menolak
kedaulatan negara. Hanya demi kedaulatan korporatlah mereka
terus maju. Dan akhirnya nilai tawar negara pengutang pun
semakin melemah.
Situasi ini tak bisa dipisahkan dari tata perdagangan dunia
yang penentuan persyaratannya didominasi negara maju.
Sungguh suatu kondisi yang tidak aman. Intervensi yang ekstensif.
Kata ilmuwan dan aktifis dari Australia, James Goodman,
mengingatkan adanya dogma rasionalitas dalam administrasi birokrasi
di urusan perdaganan dunia ini. Konsep ini sebenarnya memecah belah
otoritas politik di negara berkembang dan miskin, menghasilkan
konflik internal dan militerisasi. Semua ini diusung oleh
mata pisau berjuluk "kerjasama pembangunan".
Dan saya akan selalu menunjuk Amerika sebagai biang keroknya.
Negara-negara kaya lainnya yg busuk juga bersanding di sebelahnya,
di atas tahta feodalisme modern. Kampanye ideologi disebarluaskan
melalui media global corong iblis milik korporasi-korporasi
multinasional bidang media yang berpusat di negara maju. Licik!
Lembaga sekaliber PBB pun melempem, sepertinya kebijakan yang
ditelorkan justru memperparah kondisi negara-negara dunia ketiga
di benua Asia, Afrika, Amerika Latin. Program-program yang
mendorong kebebasan untuk hidup bermartabat, bebas dari
ketakutan, dan bebas memenuhi kebutuhan, berujung pada realisasi
setengah-setengah. Usulan pembaruan PBB terakhir merefleksikan
intervensionisme baru yang bermuara pada krisis keamanan dan
pembangunan; suatu gambaran kolonialisme yang "progresif",
kata Goodman, karena mengatasnamakan semua tindakan (bahkan
yang melanggar hak asasi manusia pihak yang lain) demi sebentuk
"kesejahteraan, perdamaian, dan demokrasi". Ya! Another nightmare!
Menyuburkan kompromi dengan setan. Kolaborasi yang membabibuta.
Bahkan lupa ketika harus duduk dan berdiri di mana. Payah!
Secara subyektif, terus terang saya ndak suka.
HARAP-HARAP CEMAS
Bisa jadi KAA kali ini akan menjadi ajang nostalgia saja.
Atau barangkali termasuk acara penanaman pohon perdamaian
di alun-alun Tegalega Bandung nanti? Semoga tidak.
Duit dihamburan tanpa hasil, jika tidak membahas keputusan
untuk tetap bergerak melawan imperialisme Tata Dunia Baru.
Tenaga terkuras sia-sia, jika tidak menyetujui kemerdekaan
negara Palestina yang terjajah. Pikiran akan jadi lamunan
menghabiskan waktu, ketika Jepang dan Cina juga tak mau berdamai
hanya karena urusan begituan saja. Dan agenda-agenda lain yang
SEHARUSNYA bagus, seperti yang diingatkan oleh demonstrasi
tadi siang di Bundaran HI, atau peringatan dari para teroris?.
Wah, kok saya jadi sok ngomongin politik gini yak?
Ya karena saya berharap banyak pada momentum ini.
Erek kumaha deui?
(sisa-sisa pesimisme setelah membaca tulisan Maria Hartiningsih)
NB: ah, akhirnya dapet bocoran, yaitu sejumlah 120 miliar rupiah
telah dihabiskan untuk perhelatan yang bertema "Reinvigorating
The Spirit of Bandung Working Towards a New Asian-African
Strategic Partnership." ini, dan 80 miliar hanya untuk sekuriti.
Dengan hiasan serdadu di sudut-sudutnya yang gemerlap
dan temaram. Di mal dan di jembatan penyeberangan.
Di tengah jalan dan di tepian sungai yang selalu kotor.
Serdadu dengan peralatan tempur, membuat saya miris
akan suasana horor ini. Tapi saya tau maksudnya baik kok.
Begitu pula kondisi di Bandung yang berwarna-warni.
Ada gladi resik penyambutan. Ada renovasi kilat stasiun Bandung.
Ada penggeledahan rumah warga di sepanjang jalur delegasi
yang mau lewat. Kerja superkeras finishing jalan tol Cipularang
(Cikampek-Purwakarta-Padalarang) sejauh 40 km. Dan sebagainya
dan sebagainya. Hanya demi perhelatan akbar 22-24 April ini.
Jadi , mari kita sukseskan!
DICTATORSHIT!
Persiapan yang mahal memang. Tuan rumah yang baik musti
dengan baik hati merelakan tenaga dan pikiran menyambut tetamu
123 negara nanti. Penyelenggaraan yang kolosal. Barangkali juga
dananya besar, saya tidak tau pasti. Dana hutang atau tidak
saya juga kurang paham. Yang jelas utang kita udah mencapai
pembengkakan yang unimaginable, dari deretan angka hingga
utang teknis. Bantuan teknis diberikan oleh raksasa pemberi utang
yang biayanya dipotong kadang sampai 30% dari biaya pinjaman.
Bahkan status hibah pun tak luput dari negosiasi balas budi
karena "yang gratis sekarang ini cuman buang kentut".
Ternyata tidak cuman negara 'tercinta' Indonesia saja.
Raksasa korporat dan lembaga dunia berduit melimpah pun
menindih negara-negara miskin yang tak berdaya seperti
negara-negara Afrika dan Afrika sub-sahara.
Pembelengguan terselubung secara ideologis. Bahkan nyata-nyata
intervensi secara fisik tetap langgeng kepada mereka.
Cicilan hutang dunia ketiga dikabarkan tidak rasional,
dengan bunga hutang dan syarat yang berat cicilan itu
bisa 3 sampai 4 kali lebih banyak dari dana yang diterima.
Kalo gak bisa bayar, maka akan terjadi pemindahan modal yang
telah di tanam di negara yang bersangkutan. Jika ini ditarik,
negara yang ditinggal akan kehilangan sumber pendapatan
untuk membayar hutang. Gila! Lho ini membantu apa mau
membunuh sih?
SANG KOLONEL NEO-KOLONIALISASI
Semua itu mengarah pada satu muara, yaitu konspirasi Dunia Baru.
Ideologi hipokrit, yang menghunus pedang mengkilap namun
ternyata berkarat, penuh darah, berbelatung. Semacam substitusi
dari kolonialisme fisik. Pemurtadan yang sangat timpang.
Langkah neo-imperialisme terlihat semakin cepat. Mereka ini
memimpin tata pemerintahan global (Global Governance)
yang tak hanya menentukan kerangka peraturan, tetapi juga
memiliki sumber daya melimpah dalam politik internasional.
Mereka terus memperbesar daya dobrak, membentuk model
pembangunan yang berlaku di seluruh dunia dan semakin menolak
kedaulatan negara. Hanya demi kedaulatan korporatlah mereka
terus maju. Dan akhirnya nilai tawar negara pengutang pun
semakin melemah.
Situasi ini tak bisa dipisahkan dari tata perdagangan dunia
yang penentuan persyaratannya didominasi negara maju.
Sungguh suatu kondisi yang tidak aman. Intervensi yang ekstensif.
Kata ilmuwan dan aktifis dari Australia, James Goodman,
mengingatkan adanya dogma rasionalitas dalam administrasi birokrasi
di urusan perdaganan dunia ini. Konsep ini sebenarnya memecah belah
otoritas politik di negara berkembang dan miskin, menghasilkan
konflik internal dan militerisasi. Semua ini diusung oleh
mata pisau berjuluk "kerjasama pembangunan".
Dan saya akan selalu menunjuk Amerika sebagai biang keroknya.
Negara-negara kaya lainnya yg busuk juga bersanding di sebelahnya,
di atas tahta feodalisme modern. Kampanye ideologi disebarluaskan
melalui media global corong iblis milik korporasi-korporasi
multinasional bidang media yang berpusat di negara maju. Licik!
Lembaga sekaliber PBB pun melempem, sepertinya kebijakan yang
ditelorkan justru memperparah kondisi negara-negara dunia ketiga
di benua Asia, Afrika, Amerika Latin. Program-program yang
mendorong kebebasan untuk hidup bermartabat, bebas dari
ketakutan, dan bebas memenuhi kebutuhan, berujung pada realisasi
setengah-setengah. Usulan pembaruan PBB terakhir merefleksikan
intervensionisme baru yang bermuara pada krisis keamanan dan
pembangunan; suatu gambaran kolonialisme yang "progresif",
kata Goodman, karena mengatasnamakan semua tindakan (bahkan
yang melanggar hak asasi manusia pihak yang lain) demi sebentuk
"kesejahteraan, perdamaian, dan demokrasi". Ya! Another nightmare!
Menyuburkan kompromi dengan setan. Kolaborasi yang membabibuta.
Bahkan lupa ketika harus duduk dan berdiri di mana. Payah!
Secara subyektif, terus terang saya ndak suka.
HARAP-HARAP CEMAS
Bisa jadi KAA kali ini akan menjadi ajang nostalgia saja.
Atau barangkali termasuk acara penanaman pohon perdamaian
di alun-alun Tegalega Bandung nanti? Semoga tidak.
Duit dihamburan tanpa hasil, jika tidak membahas keputusan
untuk tetap bergerak melawan imperialisme Tata Dunia Baru.
Tenaga terkuras sia-sia, jika tidak menyetujui kemerdekaan
negara Palestina yang terjajah. Pikiran akan jadi lamunan
menghabiskan waktu, ketika Jepang dan Cina juga tak mau berdamai
hanya karena urusan begituan saja. Dan agenda-agenda lain yang
SEHARUSNYA bagus, seperti yang diingatkan oleh demonstrasi
tadi siang di Bundaran HI, atau peringatan dari para teroris?.
Wah, kok saya jadi sok ngomongin politik gini yak?
Ya karena saya berharap banyak pada momentum ini.
Erek kumaha deui?
(sisa-sisa pesimisme setelah membaca tulisan Maria Hartiningsih)
NB: ah, akhirnya dapet bocoran, yaitu sejumlah 120 miliar rupiah
telah dihabiskan untuk perhelatan yang bertema "Reinvigorating
The Spirit of Bandung Working Towards a New Asian-African
Strategic Partnership." ini, dan 80 miliar hanya untuk sekuriti.
2 Thoughts You Share:
ga ngerti kalo urusan politik, tapi kayaknya politik mercu suar banget, biar keliatan bagus di luar, padahal ckckck..
semua udah kayak lingkaran syaithan.
Semoga kita bisa menjadi bagian dari mereka yg memberi solusi...
-ummi nida-
Post a Comment
<< Home