&t /// JELAJAH BELANTARA ///: We are EARTH RE-BREATHER.

Tuesday, April 26, 2005

We are EARTH RE-BREATHER.

" We have not inherited the world from our forefathers--
we have borrowed it from our children ."
-Kashmiri saying.

---

Manusia memang terlahir fitri (suci),
namun pada dasarnya mereka suka saling membunuh.

Keterbatasan individu dalam menyikapi setiap peristiwa
tidak terpisahkan dengan sesuatu bernama lingkungan.
Mungkin saja peduli, tapi banyak sekali yang tidak.
Ibarat rumah, lingkungan sekitar adalah sekat-sekat
di mana kita harus tinggal, ketika cakrawala memberi
tepian pada bumi, tak terkecuali nanti jika
eksplorasi planet Mars sudah mengizinkan manusia
membangun biosphere yang bisa di sewakan buat sekedar
kopi sore. Itu nanti. Mari kita bicara tentang saat ini,
dan buat anak cucu kita nanti.

Hari Bumi ke 35 tanggal 22 April kemarin menjadi elemen penting
bagi orang-orang yang peduli lingkungan (saya tidak menilai baik-
buruk seseorang). Jika tajuk-tajuk utama dalam kisaran mata rantai
lingkungan yang sering kita dengar seperti:

Stop Climate Change
Save Our Seas
Protect Ancient Forests
Say No to Genetic Engineering
Eliminate Toxic Chemicals
End the Nuclear Threat
Encourage SUstainable Trade
Abolish Nuclear Weapon

dan sebagainya dan seterusnya...

hanya sebatas wacana di isi tempurung kepala kita, lebih baik kita
secepatnya membuat kapsul penyokong hidup mandiri lalu masuk
ke dalamnya dan mengunci rapat-rapat dari dunia luar.

MENCABIK DI LUAR NALAR.

Di daerah pun gak jauh beda dengan dekadensi orang kota.
Orang kota pada sok pinter. Orang desa makin gak pinter.
Seperti saat melintas di kota Tegal kemarin, dari balik
kaca bis saya melihat garis pantai telah menelan tambak-
tambak para nelayan, hanya karena hutan mangrove
penahan abrasi telah dipanen membabi buta oleh mereka juga.
Bahkan jauh ke dalam hutan pun, deforestasi makin kalap
saja, merubuhkan satu persatu dinding rumah satwa liar
dan kehidupan suku anak dalam. Karena berita kita kehilangan
hutan seluas 3 kali lapangan sepakbola tiap detik (2004)
hanya sampai ke telinga saja. Sebab kenyataan longsor dan
banjir adalah senjata-makan-tuan yang berlalu begitu saja.
Data dari Conservation International bilang populasi primata
Indonesia hampir hilang. Misalkan saja di Jepang dan China.
Perburuan binatang dan paus dengan dalih untuk obat masih ada.
Terus membunuh dan membunuh.

Ada beberapa cukong yang memang telah ditangkap semenjak
Operasi Hutan Lestari (OHL). Gara-gara itu pula banyak
pekerja sektor industri kehutanan terpaksa dirumahkan.
Dibilang memotong nafas kehidupan orang banyak.
Bahkan di Papua, mencari kayu untuk bikin peti mati aja
sekarang susah, karena perusahaan tutup.
Jika perusahaan yang tutup itu menjadi tulang punggung
ekonomi masyarakat sekitar, bakal ada kerugian besar.
Pemerintah juga akhirnya bertangan besi,
tidak peduli apakah HPH itu resmi atau tidak. Setau saya sih
yang resmi juga hasil cincai yang salah. Entah itu atas nama
pemanfaatan kayu masyarakat adat, atau atas demand pasar,
semua menjadi abu-abu. Beginilah jika awalnya sudah salah.
Di Banten saja, gara-gara jalan tidak diperbaiki,
warga serta merta menebangi pohon di sepanjang pinggir jalan.
Kok jadi lucu ya? Pada makan apa sih, kok bisa mikir sampai
segitunya?

Atau barangkali jika kelangkaan minyak baru semakin terasa
dengan patokan per barrel-nya yang begitu tinggi,
baru kemudian manusia mulai berpaling ke bahan bakar alternatif?
Ladang menggiurkan (untuk saat ini) bagi konglomerasi korporat
negara-negara maju untuk menguasai minyak haruskah dibiarkan?
Jika OPEC sendiri sudah tergerus politik Imperium Dunia Baru,
otomatis akan lebih banyak korban secara ekologis.
Tak dipungkiri roda industri bergerak sebagian besar
karena minyak dan turunannya. Juga batubara. Juga tenaga nuklir.
Masyarakat dunia sudah lama tidak berpikir efisien menggunakan
bahan bakar. Ribut BBM naik.

Atau misalkan saja nitrogen cair yang lebih murah dari minyak.
Pake Gasohol juga bisa. Bahan bakar campuran bioethanol dengan
fermentasi ubi kayu. Cocok buat kondisi negara kita.
Bahan bakar alternatif masih mahal hanya karena belum ada
produksi masal mesin nitrogen. Sederhana saja sebenarnya,
membikin banyak penggerak alternatif yang sustainable dan
renewable saja, dan pasar pun akan menyambut.
(tapi ingat! bukan pasar 'kotor' ya?).

Demikian segelintir realita.
Realita yang mengajak manusia untuk menjadi teman.

MEREPIH ALAM.


Saya setuju dengan adanya Protokol Kyoto & Protokol Cartagena
tentang keanekaragaman hayati. Hanya sebagai penarik
gerbong saja sih, karena inti kepedulian ada pada jaringan
penyatu visi. Kalopun malas bergerak atau sekedar tidak buang
sampah sak penake jidat sendiri, kita bisa mengirim e-card pada
sanak saudara dan handai taulan, mengajak mencintai bumi.
Gabung dalam jaringan pelestarian lingkungan secara on-line
pun sekarang banyak wadahnya. Mau ikut donasi juga bagus.
Jadi volunteer apalagi. Yang penting harus punya jaringan kuat.
Silakan tinggal pilih. Semuanya membutuhkan progressive actions,
dan semua usaha tidak akan sia-sia. Gak usah nunggu
gerakan lamban dari pemerintah (sebentar lagi program Kalpataru
diteruskan pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni ini).
Jadi bukan alasan lagi menunda menyelamatkan rumah kita.

Mampu memaknai secara lebih berkembang tentang lingkungan,
adalah faktor utama, terutama bagi anak-anak pewaris bumi.
The definition of “environment” is including all issues that affect
our health, our communities and our environment, such as air and
water pollution, deteriorating schools, public transportation and
access to jobs, rising rates of asthma and cancer, and lack of
funding for parks and recreation.

Di dalam alam berlaku hukum suksesi,
dan saya percaya semua yang rusak bakal kembali hijau,
lalu binasa lagi, kemudian hidup lagi, dan seterusnya.
Semua ada sebabnya. makanya jangan salahkan alam ketika dia
kembali berlaku kataklismik.
Bumi itu bernyawa.
Dia punya jiwa.
So, apa yang berasal dari Bumi pasti akan kembali ke Bumi.
Termasuk jasad ini.

(teori gaia di film Final Fantasy menarik juga, tapi ini juga bukan
perihal berbau mistik yang tidak saya dukung itu ;)


+ Jangan sungkan ke sini, ka dieu, neng kono, there.



---

The symbolism of Earth Day - the equilibrium and balance of
the equinox - encourages and inspires independence and
cooperation. The simultaneous global event deepens our
sense of unity. It fosters a sense of rights and responsibilities in
the protection and care of Earth. From Earth Day has come
a growing consensus that every individual and institution
should act as Earth Trustees, seeking what can be done in ecology,
economics and ethics to benefit people and planet.
This will help us obtain a healthy, peaceful future and speed the day
when bells will ring all over the world as we celebrate Earth Day,
the Great Day of Earth.
--John McConnell, Earth Day is March Equinox;
founder of the Earth Day.

1 Thoughts You Share:

Blogger / n i k k / said...

iya Pakde, dengan sedikit modifikasi, dan kreativitas dan kesadaran tinggi, seharusnya iklan2 semacam itu yg layak dibikin banyak versi, mengkrusialkan kampanye sosial dan lingkungan di atas kampanye industri. (hahaha... jangan bosen Pakde klo saya lebih sering cerewet ttg realitas 2 abad terakhir ini!)

klo ngobrolin sustainable resources, saya jadi ingat Yayasan Pelangi yang di Jakarta dimana saya dulu pernah 'merengek' jadi kulinya, tapi gak bisa. mungkin klo bisa kenal Lester Brown dan Worldwatch dulu, sepertinya bisa melicinkan jalan masuk saya ya hahahaha.... (abis, kenapa ya niat baik saya tidak menemukan jalannya ya?)

ehm... ehm...

Sun May 01, 02:59:00 AM  

Post a Comment

<< Home