&t /// JELAJAH BELANTARA ///: Ada Racun Di Bola Matamu.

Thursday, January 20, 2005

Ada Racun Di Bola Matamu.



Ada sebuah wilayah yang menurut sebagian orang merupakan
wilayah netral yang mencoba menyediakan lahan bagi pemikiran
yang fondatif dalam menghargai manusia yang seharusnya.

Kejadian dalam dunia modern saat ini tak lepas dari peran media
beserta muatan yang menghuni rahimnya seperti penjejalan
iklan yang bisa ribuan jumlahnya setiap hari yang mencuri
mata hati kita. Saya katakan mencuri karena fenomena ini telah
bermetamorfosis secara eksplosif menyerang kesadaran kita
(ironisnya kita gak sadar) sehingga menimbulkan adiksi, kegelisahan,
dan kegalauan yang tumbuh sedemikian buruknya hingga bagi
sebagian orang berubah menjadi keputusasaan epidemis.

Di Indonesia mungkin tidak sehebat apa yang dialami warga
kelas dunia atas seperti di Amerika, namun layaknya 4 roda
mobil yang bergulir di jalan yang sama dan searah, kita lambat
laun (oops, sekarang akseleratif kelihatannya) akan menyusul
kendaraan yang ditumpangi teroris kebudayaan nan kejam.
Entah itu bentuk iklan atau jenis acara akan sama saja efeknya
tatkala kualitas yang dipacu oleh mesin produksi sekarang sudah
bersifat subtil memboroskan kesadaran kita.

Saya baca bahwa di Amerika, beberapa korporasi media bergabung,
berkonsolidasi, dan secara vertikal untuk mencengkeram lebih keras
penguasaan media entertainment dan berita di dunia.

Lewat realitas sejahat ini, kita bahkan terheran-heran akan keajaiban
manusia dalam menghadapinya, bisa kita lihat betapa racun yang
dicangkokpaksa ke dalam lingkungan psikis manusia menjadi ganas
sebelum ambang toleransi dilampaui, dan (sebagian) masyarakat
akan berupaya memperjuangkan sebuah media massa yang bersih,
tidak kusut, dan lebih demokratis?

Mungkin bagi sebagian idealis yang stick-to-the-core akan berbuat
lebih 'gila' seperti membuang pesawat TV-nya ke luar jendela dan
berharap jatuh di atas seorang Raam Punjabi (fuck that crap!, i hate
his state-of-mind since choking our inhabitant with some huge
fuckin' moronic pathetic stuffs!). Atau belum ada gerakan anti
kebengisan pemerintah dalam mempolitisir media (saya belum tahu
pasti apakah institusi seperti Lembaga Informasi Nasional bekerja
demi negeri atau demi sebagian orang gila). Hanya saja apa yang
terbaik yang telah diperjuangkan aktivis media adalah jaminan
kebebasan mengkritisi media untuk lebih demokatis (baca: lebih
membumi), melebarkan akses publik ke sistem informasi yang
berhubungan langsung dengan sistem media massa yang berkarat.

Namun beberapa studi psikososial yang provokatif sekarang agaknya
mengampangkan debat wacana ini. Studi fundamental ini mengarah
pada apa yang sedang terjadi di Amerika, kendati di negeri ini juga
demikian. Para pemikir tersebut memberi label toksin media yang ada
sekarang telah mencapai titik didih tinggi, menjelaskan kejadian
legalisasi pemakaian obat bius psikoaktif, kekerasan di jalan,
pembunuhan keluarga sendiri, pemerkosaan anak kandung, problema
penyakit psikosomatis, dan sinisme sosial serta kondisi tanpa harapan
yang melipat kultur majemuk kita.

Beberapa jurnal dalam studi ini sangatlah revolusioner, mengingatkan
kita tentang adanya racun yang mengosongkan pandangan kita,
sebuah virus yang sangat mutatif.

Mari berjuang, Kawan!

(meminjam sumbangsih dari culturejammers Karl Lasn & DeGrandpe)

0 Thoughts You Share:

Post a Comment

<< Home