&t /// JELAJAH BELANTARA ///: March 2005

Wednesday, March 30, 2005

Massive 8.7 Magnitude Earthquake.

Sepenuh hati saya memahami pertanda ini.
Sepaham akan keterbatasan sebagian kita untuk langsung
ikut memberi tangan kepada penderitaan di sana.
Karena Tuhan masih memberikan ruang bagi yang masih hidup
seperti saya ini untuk mencoba lebih tafakur.

---

Sebentang informasi yang terbatas yang bisa saya ulurkan:
http://tsunamihelp.blogspot.com
http://indonesiahelp.blogspot.com




---

....The world watched in horror and awe on Dec. 26, 2004 as an earthquake and tsunami devastated wide areas of Southern Asia.

As neighboring nations and relief agencies began organizing to help, so did another group of people: bloggers. Unlimited by geography and powered by easy blog-publishing tools, bloggers quickly sprang into action to provide information that was otherwise impossible or extremely difficult to find or disseminate....

Monday, March 28, 2005

Senyum Tuhan di Parahyangan.

Bandung berkabut lagi. Ya, sesuatu yang amat jarang terjadi
dalam sekitar 10 tahun terakhir
saat saya pertama kali mulai
merambah kota yang konon
diciptakan saat Tuhan tersenyum itu.

Pagi tadi hingga sepertiga hari kelihatannya selimut kabut masih
enggan beranjak di sekitar perbukitan Bandung dan sekitarnya.
Air yang mengambang itu makin terasa sejuknya mengalir pelan
di sela-sela pepohonan di sekitar Lembang. Pemandangan indah
yang baik untuk mengkalibrasi ulang mata saya :).
Sekedar mencari tahu sebabnya, ternyata memang musim
penghujan tahun ini lebih panjang, terutama di area bertopografi
tinggi seperti Bandung dan Taman Nasional Gede-Pangrango.
Walaupun kabut biasanya lebih sering terjadi ketika musim kemarau
karena kondensasi air di udara tidak didukung oleh iklim yang
lembab, munculnya kabut pada musim hujan kali ini memang
suatu yang langka.

Sebetulnya saya (dengan payah) hanya memfokuskan pada
ironi kota Bandung. Pepohonan yang lenyap menambah pekat
kepadatan gas beracun di udara kota ini. Geus teu resep deui,
pokokna Bandung mah. Kabut makin jarang karena
pepohonan tak rimbun lagi. Makin susah bernafas karena polusi.
Sementara ada beberapa spot tertentu yang dianggap
rawan polusi udara di kota kembang itu, yaitu Cicaheum,
Jl. Braga, Jl. Merdeka, Leuwi Panjang, dan Alun-Alun,
yang memiliki kadar timbal (Pb) sekitar 350 mg kubik
per 2.4 - 2.6 mg kubik timbal lebih tinggi dari kawasan
sekitarnya (data tahun 2003). Sebagai acuan, standar WHO
mengenai ambang batas kewajaran polusi adalah 250 mg kubik
per 1 mg kubik timbal.



Kata praktisi lingkungan, keberadaan pohon yang semakin langka
apalagi di kawasan Bandung Utara wajar saja menambah tebal
polusi udara. Lalu apa kabar Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan?
Tersebutlah 19 juta pohon reboisasi yang ditanam
tahun 2003 itu dikabarkan mati. Dan yang pasti bakal banyak
terjadi longsor dan banjir. Cekungan Bandung yang sudah sangat
kritis dan pengetatan pengambilan air bawah tanah pertanda
memburuknya cadangan air secara hebat. Pemantik harus tetap
menyala seperti 40.000 pohon yang telah di tanam oleh
Kodim 0609 Bandung minggu kemarin. Ya, menanami lahan yang
gundul adalah salah satu perkara krusial seputar isu ini.
Kontinuitas penanaman pohon harus terus dilakukan
sebanyak dan sesering mungkin di mana dan kapanpun.
Apalagi sekarang Bandung punya fly-over Pasopati yang
katanya mengantisipasi melonjaknya debit kendaraan berplat B
menginvasi Bandung setiap akhir pekan yang menambah
keruwetan jalan.
Korelasi bertambahnya kendaraan bermotor
dan jumlah pohon minimal harus seimbang, kalo bisa
justru lebih hijau. Bukan lagi sebatas paradigma dan perdebatan,
dengan dukungan rakyat seharusnya Pemda Bandung
memprioritaskan hal ini. Pemda kota itu jangan sampai
teu baleg deui. Masyarakat Bandung juga harus sadar diri.
Keduanya harus dipaksa untuk peduli. Cukup sudah narasi yang
thought-provoking jika memang kita mampu peduli dan bertindak.

Ada sepenggal lagu berjudul "Bandung" karangan Bimbo
yang merepresentasikan kehijauan bumi priangan ini:
"Bandung, Bandung di lingkung gunung /
tempatku berlindung / sasakala Lutung Kasarung /
lambang budi luhung /
Bandung, Bandung di lingkung gunung /
tempatku berlindung / tempatku di utara Bandung /
Tangkuban Parahu."

Saya harap (aduh, lagi-lagi cuman bisa berharap)
ini bisa berlangsung progresif, sehingga mampu
mengembalikan iklim Bandung yang sesungguhnya.
Tanpa kabut, Bandung tak bisa lebih indah ternyata.



---

" God gives every bird its food,
but He does not throw it into its nest."
- J.G. Holland.

Friday, March 25, 2005

Hanya Ada Pseudo-Materialisme.

Materialisme memang hanya sebatas ideologi.
Secara epistemologis beliau juga masih dalam batas wajar
merangkul pemikiran dan dialektika tradisi sosial.
Bahkan tak menampik pula kedekatannya dengan teman sejawat
berjuluk kapitalisme, dan tentunya hedonisme.

Barang atau kemungkinan bentuk rupa yang kita miliki
entah itu anugerah atau hasil warisan atau akumulasi keringat
kerja keras kita dari nol (atau instan?), akan sangat berarti bagi
sebagian kita. Sebagian besar dari kita pulalah banyak yang
merasa aman ketika ada di tengah-tengah tumpukan pundi-pundi
kekayaan.

Acapkali komersialisme bersinggungan dengan status.
Semisal di negara miskin dan berkembang yang banyak merelakan
kepentingan primer untuk sekedar menaruh perhatian yang berlebihan
pada kebutuhan ke sekian dari hidup. Itu memang terserah mereka
karena mereka memang (sok) yang punya uang,
yang kepadanya tak jarang yang sudi menghamba (money-driven)

Pernah reuni kan? Sekumpulan teman lama berkumpul bersama lagi,
memanfaatkan momentum untuk saling tertawa dan romantisme.
Mungkin juga teman kita merasa kita sudah mapan dan bisa bergaul
dengan banyak kalangan. Sebuah potret yang sama sekali berbeda
ketika melihat seorang kawan kita tertunduk dan mencoba
menghindari pembicaraan antar teman saat reuni berlangsung,
hanya karena dia merasa belum sesukses kita. Sebuah nilai hedonis
menyeruak bahkan dalam kondisi se enteng apapun.
Menyesatkan sekali.

Lebih fatal lagi, kita sering menafsirkan seseorang hidup
dalam keadaan kaya atau miskin berdasar pada interpretasi belaka,
bukan seperti yang dirasakan oleh bersangkutan.
Anak yang pintar akan lebih sukses dari yang bodoh kelak.
Kita mungkin sekali terkecoh dengan pandangan sendiri.

Seperti saya yang maunya merelevansikan segala sesuatunya
ke dalam setiap detil kehidupan (hey, mungkinkah?),
pengalaman untuk mendekonstruksi arti 'kaya' pada ujungnya
tidak mengartikan kaya sebagai sisi materialisme apalagi hedonisme.
Namun lebih ke arah seberapa besar manfaat harta tersebut
bermanfaat bagi kita dan orang lain. Sebut saja seperti
saat si Y meminjamkan cangkul kepada Z untuk membantu Z
menanam jagung di sepetak lahan kepunyaan Z.
Namun bila cangkul yang Y pinjamkan ternyata sudah keropos,
tentu sangat tidak membantu, bahkan bisa memunculkan persepsi
negatif terhadap si Y. Keduanya sama-sama rugi, katakanlah begitu.
Kekayaan setumpuk Rp. 18,6 triliun milik Putera Sampoerna
juga akan lebih baik dibagi-bagikan ke orang-orang seperti saya
buat bikin kampanye anti-rokok, :)
Kaya memang lebih mengacu pada "nilai" yang melekat pada diri
setiap orang.

Maka berlaku cukup dalam semua hal saya pikir itu yang terbaik.
Cukup ada ketika kita butuh, sehingga segala sesuatunya tidak
menjadi berlebihan. Jadi ada semacam state-of-mind yang
harus dibenahi; berpikir realistis dengan kondisi sekarang,
menentukan target secara proporsional, jangan merasa kurang,
dan usahakan bahagiakan diri sendiri terlebih untuk orang lain.
(Cukup ada Hummer ketika saya musti off-road bersama kekasih
melintasi gurun Moab yang bergerigi... hehehe gak ding ;)



(terinspirasi tulisan Elvyn G Masassya di Kompas kemaren)

Bahasa Sederhana.

Menulis, secara fungsi adalah sama dengan menggambar.
Ketika gambar bisa menceritakan satu hal dengan sejuta kata,
menulis pun mampu mengungkapkan bermacam interpretasi
walau hanya satu kata.

Bahasa yang sering digunakan pun bisa menjadi refleksi
dari intelektualitas sang empunya. Entah itu bahasa gambar,
tulisan, atau hanya sekedar gestur dan mimik wajah.

Dan ketika setiap zaman memakai karakteristik bahasanya sendiri,
bahasa jurnalis yang mudah dimengerti adalah jalan keluarnya.
Pembaca akan lebih bisa mencerap istilah umum
tanpa harus berbelit buka kamus dan ensiklopedia mencari jawab
pada hanya sebuah kata semisal 'reluktansi' (ketidakberpihakan).
Jika terpaksa menggunakannya, sertakan saja penjelasannya
agar bisa dimengerti. Sepertinya kurang bijaksana jika
membiarkan pembaca yang budiman meraba dalam keremangan,
hanya karena ingin kita dianggap seorang penulis berbobot.

Karena khalayak itu heterogen, penulisan dengan bahasa
yang sederhana akan sangat membantu mereka yang berada
pada tingkatan inteletualitas dan pemahaman yang berbeda.
Bingkisan kado akan sangat menarik ketika bungkusnya juga menarik.
Ironisnya, saya sendiri baru menyadarinya sekarang
betapa kurang asertifnya diri saya selama ini hehehehe...
makanya saya setuju dengan tulisan sang kisanak ini.

Assertiveness is the ability to honestly express your opinions, feelings, attitudes, and rights, without undue anxiety, in a way that doesn't infringe on the rights of others. It has three parts: emphaty, statement of problems, and statement of what you want. (Vivian Barnette, PhD)

Dan berusaha meningkatkan kualitas pembaca itulah yang esensial.
Karena itulah dinamakan komunikasi.

Termasuk memahami bahasa kitab suci dan bahasa buana.



---

"Bicaralah sesuai kadar intelektualitas lawan bicara."
-Al-Hadits

Monday, March 21, 2005

The Godfathers of Grindcore.

"Extreme Aggressions Demand Extreme Responses."
-BRUTAL TRUTH

Sedikit kilasan untuk Sang Pelopor Grindcore NAPALM DEATH,
sebuah tradisi genre musik metal yang tumbuh dan berakar dalam
mengkritisi secara intens dan brutal hegemoni kapitalisme,
penopang nihilisme yang berperang terhadap nihilisme tatanan
malfungsi dunia. Sebetulnya saya merasa sangat senang ketika
akhirnya dapat merangkum sendiri perjalanan karir mereka
yang begitu mengagumkan walaupun hanya sebatas di media blog ini.
I think it would be very important to me making a special report
about these living legends
.

Tidak banyak grup musik beraliran keras yang bertahan sampai
detik ini seperti NAPALM DEATH (ND), sebagian besar terbentur
dengan kompromi realitas. Boleh dikatakan demikian.
Namun bagi personel ND sendiri kesungguhan yang ketat dan
evolusi yang mendalam akhirnya tercapai.
Dan yang saya pribadi salut pada band ini adalah kegigihan
semangat untuk tetap kritis di usia yang sudah uzur untuk
memainkan musik selevel ini. Benar-benar membuat mereka
sangat kompeten, dan inilah yang menjadi nilai positif.

IGNITE TO GRIND

Perkembangan genre punk rock dan anarchopunk di kawasan
Birmingham sekitar awal 80-an menggerakkan intuisi beberapa
anak SMA di sana untuk mulai bermain musik. Pengaruh band
seperti Amebix, Crass, The Snipers, The Ex, The Sinyx
menjadi adonan kental musik awal ND yang kala itu
masih bernama CIVIL DEFENCE. Ramuan awalnya terkompilasi
dalam Bullshit Detector #3 di bawah label band Crass,
sebuah band britcore bermuatan politik dan sosial.



Founding members-nya adalah Nicholas Bullen & Miles Ratledge,
dibantu beberapa pemain pendukung dalam usia yang sangat muda,
gondrong-gondrong pulak (eh, metal musti gitu yak? hehehe...).
Dan inilah benang merahnya, bahwasanya pada fase berikutnya
justru para personel awalnya tidak pernah ikut menyusun album
pertama ND yaitu Scum (1987). Tercatat hanya pada side A saja
mereka (Nick, Justin, dan Mick) sempat bareng rekaman.

The name Napalm Death:
The name was decided upon by both Nik and me because the name Civil Defence was too wimpy. We both wrote down all our ideas onto our own individual pieces of paper and then when we were finished we compared them. All the suggestions that were on both papers were taken into consideration. We had both chosen the word "Death". This word on its own conveyed part of the image we wanted to achieve but seemed to lack something. One of us ( I would say it was me, Nik would say it was him) suggested Napalm, the idea coming from one of our favourite films of the time "Apocalypse now". Yes it was agreed . The name should be Napalm Death.
(as told by Miles Ratledge, first drummer).




Jadi di sini kita temukan band yang berbeda
namun dengan sebutan yang sama, NAPALM DEATH,
dengan komposisi yang heavy, kind of sheer aggression, hampir
mirip dengan jazz yang dominan ketidakteraturannya, superbising,
tanpa alur melodik, dissonant, dan twisted. Sama-sama memakai
senyawa detuned dan downtuned, nada-nada atonis yang
membuat telinga bisa berdarah-darah! (coba minta mp3 nya
ke Yudi agar bisa lebih tergambarkan) Dan pada intinya adalah
semangat perlawananlah yang terus berkembang hingga era
ND sekarang yang sepertinya semakin mengental.

THE CORE ELEMENT

Pergulatan adonan musik ND secara evolutif mempengaruhi warna
sejarah yang terjadi dalam scene underground sendiri yaitu
munculnya genre hardcore post-punk/pre-crust terutama di
dataran Eropa, baik secara lirik, estetika, subjek, dan
musik mereka sendiri. Further more, kehadiran dan pengaruh ND
kala itu telah menciptakan gelombang energi baru pada
tradisi scene metal seperti redefinisi anarkisme, gagasan tentang
vegetarianisme, konsep dalam scene pribadi dengan label sendiri,
liberalisme dimana harus manggung, menulis review tentang band,
kritisisme dari buku, artikel-artikel dalam fanzine anarkisme
(baca=perlawanan), kostum yang beralih dari kemeja atau kaos
rapi menjadi kaos hitam dengan grafis menyeramkan dan asesoris
tattoo, jaket jeans, jaket kulit, potongan rambut, yang secara
konvensif merepresentasikan rebelisme tingkat lanjut.
Ditambah lagi ideologi dan budaya baru berupa kolase juxtapose
pada poster/flyer band atau pertunjukan yang menuang gagasan
pada gaya dadaisme. Dan sebagai tema sentral dan filosofi utama ND
adalah masalah sosial yang diciptakan oleh globalisasi seperti
permasalahan bahan bakar radioaktif, polusi, tribalisme,
eksploitasi negara-negara miskin oleh korporasi-korporasi
raksasa tak bermoral, pengasingan individu akibat
ersekongkolan sistem yang represif, sebuah konsep dan sikap
defensif-ofensif pasca revolusi industri dan ekonomi global;
yeah, sebuah materi perdebatan bermutu sejak saat itu.
Semuanya merupakan subjek-subjek yang dieksplorasi dalam
scene underground ketika ND mulai menghantam struktur dunia,
ketika di sisi cabang yang lain Metallica dan beberapa band
belahan bumi yang lain (tahun-tahun itu perkembangan metal
hanya tersentralisasi di benua Eropa dan Amerika saja) dengan
gayanya sendiri juga berusaha mencengkeram dunia melewati
era awal glam rock dan heavymetal mengawali kebangkitan
musik cadas hingar bingar tahap ke dua (1980 - 1990),
The Golden Age of Metal
. Walaupun ND adalah band pertama yang
mengusung grindcore, namun kala itu juga sudah mulai bermunculan
band-band brutal semacam SIEGE, MACABRE, REPULSION, S.O.B,
LARM, HERESY, CRYPTIC SLAUGHTER, DEATH, NAUSEA,
yang sebagian besar juga menjadi pionir subgenre deathmetal.

Terminologi "grindcore" sendiri ditemukan oleh drummer kedua ND
Mick Harris yang dulunya hanya seorang fans ND awal.
Mark 'Barney' Greenway menegaskan, "Grind can be anything
from ultrafast thrarsh to really slow, heavy and dense music
like early Swans."
Dan sejak saat itu tercatat nama-nama seperti
Justin Broadrick (GODFLESH), Bill Steer (CARCASS),
Jesse Pintado (TERRORIZER), Shane Embury (UNSEEN TERROR),
Phil Vane (EXTREME NOISE TERROR), Frank Healy (CEREBRAL FIX),
Mitch Harris (RIGHTEOUS PIGS), Jim Whitley, Lee Dorian,
Danny Herrera, pernah menjadi pilar ND, tentunya dengan pasang
surut intrik yang terjadi di dalamnya.


Memang pada awal berdirinya di awal 80-an yang menjadi
era kedua evolusi musik metal dunia, ND kelihatannya
mengawalinya dengan lirik-lirik yang begitu eksplisit pada
zamannya, seperti pada track "Abattoir" di demo Hatred Surge
yang menjadi nomor klasik sampai sekarang:

Feel my hate for you and your kind,
for the shit you believe in your minds.
You feel nothing - you just lied to me.
You have no emotions - just satisfied smiles.

Abbatoir

Your mind is like an abattoir
You used me like a lamb for slaughter.
I never believed a word you said.

I'll piss on your grave - laught when you're dead.

Memang publik grindcore lebih mengakui Scum sebagai
masterpiece pertama mereka, tetapi kehadiran kompilasi
sebelumnya, Hatred Surge (1985) tidak bisa dilewatkan
begitu saja. Sediakan saja space kosong di rak khusus
album ND Anda untuk demo ini, baru Anda memang
pengagum sejati mereka. Ha!

Karakteristik grindcore yang bertautan dengan distorsi realitas
terutama sosial dan politik dunia, diusung begitu konsisten
oleh ND. Dan ternyata tidak sia-sia begitu amplifikasi dari
asimilasi akar hardcore dan punk era akhir 70-an ini mulai
menghantam wajah mainstream dunia. Dengan demikian
semangat anti-kapitalisme menjadi semakin bergulung
baik air bah, bahkan hingga titik kritisnya melumat ideologi
yang begitu mapan yang melekat di hampir seluruh isi otak
manusia. Bisa kita lihat kehadiran kampanye gerakan bawah
tanah menentang lewat lirik-lirik eksplisit. Di sini memang
diperbolehkan free interpretation dan reaksi yang lebih ekstrim
mirip apa yang pernah diberitakan pada dunia oleh filsuf-ilmuwan
Leonardo da Vinci.

Dan selanjutnya subgenre ini mengalami varian dalam era ketiga
sekarang dan menjadi hybrid dengan elemen lainnya ketika
kita bisa mendengar NASUM, DILLINGER ESCAPE PLAN,
bahkan REGURGITATE yang bercorak goregrind.

Musik ND sendiri pun ternyata semakin bermutu dari album
ke album, mulai debut pertama hingga rilis terbarunya ini
The Code is Red... Long Live The Code
secara resmi pada 25 April 2005 ini, 9 hari sesudah mereka
manggung di Jakarta nanti.

NAPALM DEATH bisa jadi akan terus memerankan ekstrimis-
eksitrimis grindcore sampai tua. Mereka adalah yang terakhir
dari pencetus subgenre ini. Mereka bisa jadi contoh yang baik
yaitu yang terbaik di bidangnya, menyadarkan saya pribadi
betapa pentingnya konsistensi dalam suatu hal.
Selama ND ada, maka extreme music berada pada kondisi
yang seharusnya.

(terima kasih dari berbagai sumber)

---

current line-up:

Mark "Barney" Greenway (vocal)
Shane Embury (guitar)
Mitch Harris (guitar)
Jesse Pintado (bass)
Danny Herrrera (drums)




---

Your pride
Why should your pride be so restricted?
Restricted to a mere fraction of this earth.
This earth from which we are evolved.
This earth where all of it's people are downtrodden.
Downtrodden by all those who
stand to prosper from exploitation.
Downtrodden by those whose slime infests your weak minds.
-Your weak minds.

"Evolved As One" (From Enslavement To Obliteration, 1988)

Saturday, March 05, 2005

Nairobi, bukan Jayakarta.

Ada artikel menarik yang saya temukan di harian Media Indonesia
hari kamis 3 Maret 2004, menyoal harga BBM yang melejit.
Kali ini saya hanya copy and paste saja, maklum lagi males mikir. :P

---

MENGHEMAT BAHAN BAKAR MINYAK ALA KENYA

NAIKNYA harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia berdampak cukup luas di berbagai sektor. Sebetulnya kenaikan BBM ini bisa dikendalikan apabila masyarakat mau belajar berhemat menggunakan BBM. Soal menghemat bahan bakar sebetulnya kita bisa belajar dari masyarakat Kenya.

Nairobi sebagai ibu kota negara Republik Kenya bukanlah kota yang penuh dengan gemerlap lampu-lampu dan gedung-gedung tinggi. Kota yang luasnya hampir sama dengan Jakarta, yaitu sekitar 650 km2 itu berpenduduk 4 juta jiwa (total penduduk Kenya 30 juta jiwa) dengan pendapatan per kapita US$700.

Untuk menghemat BBM di dalam negerinya, masyarakat Kenya khususnya yang tinggal di Nairobi lebih memilih menggunakan kendaraan umum (public transportation). Padahal 50% dari penduduk Kenya memiliki kendaraan pribadi.

Bus di Nairobi disebut mamutus. Bus panjang yang dicat warna-warni dengan gambar binatang itu tidak sebagus Trans-Jakarta. Tetapi interior di dalamnya meriah karena dihiasi lampu berwarna-warni. Mereka menggunakan bus tersebut untuk berangkat dan pulang kerja.

Setiap pagi masyarakat berbaris rapi antre untuk naik mamutus di halte-halte. Setiap kendaraan umum selalu mencantumkan kapasitas tempat duduk.

''Kalau di dalam bus itu tertulis 14 penumpang, maka hanya 14 penumpang. Tidak boleh ada orang berdiri, apalagi menggantung di depan pintu. Hukumannya dipenjara atau bayar denda,'' kata Myano, seorang sopir kepada Media.

Keputusan masyarakat memilih menggunakan kendaraan umum disebabkan terbatasnya pasokan BBM. Di Nairobi, perusahaan minyak tidak hanya dikuasai satu perusahaan. Sejumlah perusahaan minyak dari AS dan Eropa, seperti BP, Caltex, Unocal, Exxon, dan Shell membuka usaha SPBU di Nairobi. Harganya pun bersaing. Ibaratnya sebuah supermarket, masyarakat leluasa membeli apa saja. Akan tetapi, banyaknya SPBU tidak mengubah pikiran masyarakat untuk berbuat semaunya dalam membeli BBM.

Bila Anda membeli bahan bakar di SPBU maka petugas akan mencatat berapa liter yang Anda beli sekaligus mencatat nomor kendaraan. Kalau membeli bahan bakar sebanyak 20 liter maka harus digunakan sampai empat hari. Dengan demikian, si pemilik mobil harus menghemat BBM agar cukup sampai 4 hari.

Kuitansi pembelian selain sebagai bukti pembayaran juga menjadi bahan arsip bagi SPBU itu. Arsip ini nantinya akan diolah dalam bentuk bank data dengan komputer. Dan bila si pengemudi mencoba membeli di SPBU lain, maka secara komputerisasi pelat nomor mobilnya sudah tercatat untuk mengisi bahan bakar empat hari lagi.

Selain itu, setiap pembelian satu liter BBM dikenai biaya perawatan jalan (road fund) sebesar Rp200 (1 Kenya Shilling).

Si pemilik kendaraan memiliki tanggung jawab terhadap perawatan infrastruktur. Itulah sebabnya jalan raya di sepanjang Nairobi cukup bersih dan terawat karena rakyat ikut berinvestasi lewat pembelian BBM.

Mobil pun dirancang dengan sistem pembuangan emisi (knalpot) di sisi pintu dengan cerobong ke atas. Di dalam cerobong dilapisi filter penyaring emisi untuk dibuang ke udara.

Hasilnya, asap kendaraan yang keluar tidak berwarna hitam. ''Kalau knalpot di belakang, orang yang di belakang mobil bisa batuk karena menghirup emisi gas,'' kata Myano lagi. Itulah sebabnya jarang dijumpai orang Kenya sakit batuk atau paru-parunya kotor, karena tidak menghirup udara kotor. (Siswantini Suryandari/V-1)